"BAGIMU Persib Jiwa Raga Kami" adalah lirik dari lagu nasional "Bagimu Negeri" yang digubah oleh bobotoh untuk mendukung prestasi dan kemajuan Persib. Gubahan lagu yang mencerminkan totalitas kecintaan terhadap tanah air tersebut sering terlihat di spanduk dan kaus. Tak jarang, juga menggema di stadion lewat nyanyian penonton ketika Persib bermain.
Namun, apakah rasa kecintaan bobotoh kepada Persib yang sudah menyerupai kecintaan membela tanah air? Bila melihat masih ada oknum bobotoh yang masuk stadion tanpa tiket dan bertindak anarkistis di dalam stadion, rasanya hal itu masih jauh dari harapan.
Persib Bandung yang tidak lagi mendapat dukungan dana dari APBD di musim ini, tentu kehilangan sumber pendanaannya dan membutuhkan dukungan dari bobotoh atau sponsor. Penjualan tiket dan dukungan sponsor mungkin satu-satunya cara bagi "Pangeran Biru" untuk bisa berlaga di Liga Super Indonesia (LSI).
Di sisi bisnis, antusiasme bobotoh memang berkontribusi mendatangkan sponsor yang banyak, dan itu sudah terjadi. Namun, antusiasme bobotoh dan kontribusinya pada pendapatan Persib mungkin bisa dikatakan masih jauh panggang daripada api.
Masih banyaknya penonton tanpa tiket yang bisa masuk ke stadion adalah bukti minimnya pendapatan Persib dari tiket. Bila sudah begitu, siapa yang salah? Kesalahan mungkin ada di pihak panitia pertandingan yang masih membiarkan penonton tanpa tiket masuk ke stadion. Selain itu, oknum bobotoh yang mengaku mendukung Persib tetapi tidak mau membeli tiket, juga menjadi penyebab minimnya pendapatan Persib dari penjualan tiket.
"Sudah sering nonton dan kadang tidak beli tiket. Biasanya juga bila sudah banyak penonton yang tidak bisa masuk, suka dimasukkin oleh petugasnya," kata Adi, penonton Persib asal Ciranjang Kab. Cianjur yang ditemui di Stadion Si Jalak Harupat saat Persib menjamu Persisam, baru-baru ini.
Hal senada diakui penonton Persib asal Cipatik Kab. Bandung, Riki. Ia mengaku, sering menonton Persib tanpa membeli tiket. "Saya tidak punya uang cukup, tetapi ingin nonton di stadion karena nonton di televisi tidak ramai," kata remaja tersebut. "Saya sering lolos pengawasan dan bisa masuk dengan ikut ke bapak-bapak yang punya tiket," katanya.
Menurut salah seorang panpel, Rukandi, biasanya anggota panpel memang memiliki jatah untuk memasukkan dua orang dari keluarganya.
Selain itu, mungkin saja praktik menyuap petugas tiket atau menjual kembali tiket yang tidak dipotong, yang sering diistilahkan sebagai tiket keriting.
Bisa masuk stadion tanpa tiket seperti itu, bisa dipastikan akan memberikan contoh buat ratusan atau ribuan penonton untuk melakukan hal serupa. Kondisi itu terbukti karena kita sering melihat Stadion Si jalak Harupat dipadati penonton di luar stadion. Padahal, stadion sudah penuh dan pertandingan sudah dimulai.
Belum ada rilis resmi berapa pendapatan Persib dari tiket. Namun, bila kita melihat padatnya penonton di setiap pertandingan Persib di Stadion Si Jalak Harupat yang memiliki kapasitas sekitar 32.000 penonton, rasanya pendapatan Persib dari tiket bisa mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah. Dengan catatan, semua penonton membeli tiket.
Bila penonton terus masuk tanpa tiket dan panpel tidak disiplin, bukan tidak mungkin dukungan 100 persen terhadap Persib yang selalu dielu-elukan oleh bobotoh tidak bisa membuat "Pangeran Biru" menjadi maju. (Krishna Ahadiyat/"PR")
Source: PR
Selasa, 02 Maret 2010
Label: Update
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar